Thursday, November 29, 2018

Salah Satu Profesi Terhebat dan Tersulit di Dunia



Tanggal 25 November adalah hari guru. Semakin dewasa, aku semakin banyak bertemu guru. Bagiku sih, siapa saja bisa menjadi guru karena aku percaya, dari setiap manusia ada pelajaran yang bisa diambil. Namun, kali ini aku ingin bicara tentang orang-orang yang memang menjadikan guru sebagai profesinya.

Jujur saja aku telah bertemu berbagai macam guru, dari yang membuatku kagum sampai yang saking buruknya sepertinya memang tak berniat jadi guru. Tapi aku ingin bicara yang golongan pertama saja.

Dari deretan guru yang kukagumi, ada James yang meski dengan muka datarnya selalu bisa membuat kelas jadi sangat menarik dan mengocok perut kami. Dia punya skill berbicara yang sangat bagus dan terstruktur. Ada guru-guru di tempat lesku yang semuanya tidak pernah membawa buku ketika mengajar di kelas karena mereka sudah bagaikan buku itu sendiri. Amat menguasai materi dan bisa menjawab dengan lengkap saat itu juga. Ada pula bu Erni yang selalu membawa kelas dengan santai dan menyenangkan. Dan banyaaakkk lagi sosok pengajar yang menginspirasiku yang jika kusebutkan satu-satu akan menghabiskan belasan halaman.

Mungkin mereka tak menyadarinya, mungkin orang dan murid lain tak menyadarinya, tapi bagiku, apa yang mereka lakukan ini sungguh hebat. Kadang sambil memperhatikan mereka membuatku berpikir, "Ya Allah, aku pengen bisa kayak gitu juga."

Akhirnya suatu hari, aku dan temanku menghampiri Jonathan, seorang konsultan yang kadang menjadi guru ketika diminta dan seorang yang kami sebut 'The walking encyclopedia' atau 'ensiklopedia berjalan'. Bisa dibilang kami berdua ketagihan meminta kelas tambahan dengannya dan diam-diam tergila-gila dengan otaknya. Entahlah, dia memang se-jenius itu.

Oke, jadi kami berdua menghampirinya dan aku bertanya,"Do you have any tips in teaching? Maybe some do's and don'ts." Aku sudah sangat siap mendengar jawaban panjang, namun apa yang dikatakannya begitu singkat namun menohok. "You have to be 10x above your students. At everything." Jleb.

Maksudnya, seorang guru harus 10x lebih menguasai materi dari muridnya dan belajar 10x lebih banyak dari orang yang diajarkannya. Hal ini kusadari begitu benar karena aku melihatnya pada diri semua guru terbaik yang pernah kutemui. Jadi mereka takkan pernah menjawab "nggak tau" ketika ditanya tentang materi yang dibawanya. Paling mentok-mentok hanya lupa sedikit. Namanya juga manusia.

Aku bisa langsung memahami kalimat yang disampaikan Jonathan tadi begitu dalam karena aku juga merasakan pengalaman terjun langsung mengajar. Dan sungguh, meski aku menyukainya, menjadi guru bukanlah hal mudah. Untuk menjadi guru yang baik, kamu harus menguasai materi 10x lebih banyak dari muridmu, merangkai kata-kata agar mudah dipahami, memahami psikologi orang, sekaligus berusaha membuat murid tetap fokus dan tertarik selama kelas berlangsung. Dan aku pernah setidaknya gagal dalam masing-masing hal yang barusan kusebutkan. Ternyata mengajar tidak segampang itu, ya.

Di Finlandia, penyeleksian guru tidak main-main. Standar seorang guru di sana yaitu harus meraih gelar master. Kemudian untuk masuk jurusan pendidikan sekolah dasar saja, hanya satu dari 10 pendaftar yang diterima setiap tahunnya. Sesudah itu pun mereka harus belajar dulu selama 5-6 tahun sebelum diizinkan mengajar secara profesional. Tak heran warganya pada terdidik dengan benar dan bahagia.

Kemudian aku berkaca diri dan jadi mengurangi jumlah kelas EbT karena merasa tak pantas dan terlalu banyak kurangnya. Aku takut terlanjur melakukan kesalahan dan malah membuat temanku jadi benci bahasa Inggris. Atau setidaknya, benci belajar denganku. Hal ini terlihat dari Febby yang selalu menguap di pembukaan EbT dan Maira yang jadi mendadak pendiam seperti sedang dihukum. Entah apakah aku jadi se-membosankan itu ketika mengajar, ataukah ini karma buruk? Apapun itu, berarti ada yang harus kuperbaiki. Aku juga sebenarnya bukan mengajar, aku lebih senang menyebutnya 'berbagi'. Berbagi ilmu.

Aku punya mimpi suatu saat nanti Indonesia punya lebih banyak guru yang berkualitas dan tak ada lagi murid-murid yang tak menghargai gurunya. Karena kunci pendidikan bangsa dimulai dari guru.