Thursday, February 07, 2019

Era Modern, Era 'Berat'

Jika aku disuruh menyebutkan satu kata untuk menggambarkan manusia modern kebanyakan, kata itu adalah 'berat'. Yap, BERAT. Mungkin kamu sudah bertanya-tanya, "Hah berat? Wat du yu min, sister? Is it rindunya Dilan kepada Milea?" Bukan, bukan. Yuk simak.

Pertama, tubuh. Bukan berat badannya, ya. Banyak manusia modern yang bisa dibilang 'kurus' atau berat badannya biasa-biasa saja, namun mereka kerap merasa tubuhnya berat. Kalau sudah berat, mau ngapa-ngapain rasanya jadi mager, deh *nunjuk diri sendiri*. Nah, salah satu faktor terbesarnya adalah MAKANAN.

Semakin hari, produsen semakin berlomba-lomba menciptakan makanan paling lezat, berusaha menggaet sebanyak mungkin pelanggan, untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya pula. Ketika sudah begini, kembali lagi pada si produsen. Mana yang jadi fokusnya? Apakah menyediakan makanan bergizi untuk konsumen, atau hanya memandang ini bisnis semata?

Banyak produsen yang fokus utamanya adalah meraih keuntungan saja, sehingga faktor sehat atau tidaknya makanan yang mereka produksi tidak digubris lagi. Sing penting enak, akeh sing tuku (Yang penting enak, banyak yang beli). Padahal, jika kita lihat lebih dalam lagi, Tuhan menyediakan makanan di alam dengan segala nutrisinya bukan hanya sebagai 'pengenyang perut', namun juga pelengkap kebutuhan kandungan tubuh. Makanan, sebenarnya, juga bisa berfungsi sebagai obat.

Namun, yang banyak terjadi, makanan diolah menggunakan mesin canggih dan diletakkan pada suhu-suhu ekstrem. Pada proses ini, tak jarang gizi dan vitamin yang terkandung dalam makanan tersebut jadi pecah dan musnah, sehingga kini 'makanan' itu tak lebih dari 'benda padat yang tidak mengandung apa-apa'. Belum selesai di situ, produsen akan menambahkan perisa agar rasanya memikat, pewarna agar visual makanan menarik, dan pengawet agar tahan lama. Tentunya tidak ada yang salah dengan menambah kandungan ini jika memang terbuat dari bahan alami dan baik untuk tubuh.

Tapi nyatanya? Lebih banyak produsen yang 'bodo amat' tentang kandungan tambahan ini dan menggunakan perisa atau pewarna buatan manusia yang gizinya nol besar, bahkan cenderung merusak organ tubuh. Biasanya, makanan yang mengandung bahan artifisial seperti ini tuh 'nyandu' banget. Junk food misalnya. Junk food mengandung sodium yang sangat banyak, yang menyebabkan perut kita kembung dan terasa berat (sumber: https://www.shape.com/healthy-eating/diet-tips/7-surprising-ways-junk-food-makes-you-miserable).

Bahkan makanan ini dicoba sekali aja udah bisa bikin badan kita terasa berat. Gimana yang jadiin ini makanan sehari-hari? (gw banget tuh dulu :')). Sayangnya, banyak yang menganggap makanan perusak ini adalah 'normal', dan yang bergizi adalah 'lebay'. Hikz. (gw banget tuh dulu :'))

Setelah tubuh, korban 'berat' selanjutnya adalah OTAK. Salah satu penyebabnya berupa internet dan sosial media. Bayangkan saja, hampir informasi tentang apa saja bisa kita akses dalam beberapa klik. Siapapun dari belahan dunia manapun juga bebas mengunggah apa saja. Hal ini menyebabkan otak kita kebanjiran arus informasi yang begitu deras. Bagi yang tidak bisa memilah dan memilih, otaknya akan berat diisi muatan tidak penting. Tak heran makin hari semakin banyak remaja yang depresi. Hal-hal buruk kini punya akses lebih mudah ke otak-otak mereka, dan memengaruhinya.


Bersambung...