Wednesday, October 31, 2018

Gara-gara Homeschooling

Jumat lalu, saat pelajaran Ekonomi di tempat lesku, murid-murid disuruh maju satu persatu dan mengerjakan soal di papan tulis. Aku, anak homeschooling yang termasuk baru di situ dan belum pernah belajar pelajaran yang berbau akuntansi, juga disuruh maju. Bu guru tau tentang ini dan memilihkanku soal yang paling gampang. Sebelum maju, aku sih sudah mulai paham tentang cara mengerjakannya. Tapi ada beberapa hal yang masih aku bingung, termasuk menulis bentuk jawabannya.

"Ini tulis angka yang ini bu?" tanyaku sambil menunjuk ke kertas soal.

"Iya ya udah tulis bentuk AJP-nya dari catatan Rena yang kamu liat tadi," jawabnya. Astaga, apa pula itu AJP. Saat itu kepercayaan diriku mulai menurun dan intonasi bicara bu guru terdengar ada sedikit rasa kesal. Rasa-rasanya jika aku bertanya apa itu AJP, hanya akan membuatnya tepok jidat dan mempermalukan diriku sendiri di depan kelas. Pertanyaan itu pun kusimpan sendiri.

"Kaya gini bu?"

"Ih bukan, itu loh kan ada di catatan tadii, tulis dulu bebannya, baru kamu tulis jumlahnya di sampingnya."
"Oh, ng... Berarti bener dong... Eh.."
"Itu kan kamu cuma nulis pengeluaran, bukan beban pengeluaran!"
Oke. Detik itu membuatku sukses merasa seperti orang terbodoh sedunia. Bu guru lanjut menjelaskan  beberapa hal lagi ke aku, kemudian pandangannya beralih ke seisi kelas. Ia mulai berkata, "Anak-anak homeschooling tuh udah pasti lulus, dapet ijazah. Itu sih udah pasti. Tapi jangan tanya keilmuannya."

Jleb.


Setiap ia berbicara padaku, ekspresinya menggambarkan dengan jelas bahwa ia sedang berbicara dengan orang yang tak tau apa-apa. Ya walaupun memang benar, sih, aku saat itu masih nol dalam pelajaran Ekonomi. Kurasa seisi kelas yang hanya berisikan lima orang itu menangkap pancaran yang sama darinya.


"Ibu bukan maksud merendahkan ya," lanjutnya, seakan menjawab suara hatiku. "tapi emang gitu kenyataannya." Ok. Wow. Setengah hati ingin menyangkal dan memberontak, tapi sisa hati tau perkataan beliau ada benarnya. Aku pun berusaha untuk tenang dan menjernihkan pikiran, membiarkannya berbicara panjang lebar tentang apa yang ia tau tentang homeschooling.


Setidaknya, aku jadi tau bagaimana pandangan orang berbeda-beda tentang homeschooling. Dan dari semua itu, terkadang mereka tak sepenuhnya benar namun juga tak sepenuhnya salah. Bu guru bercerita bagaimana ia merasa kasihan terhadap para murid homeschooling karena mereka lebih banyak di rumah daripada berinteraksi dengan orang-orang. Bagaimana ia tak terlalu suka dengan cara belajar menggunakan website pelajaran dan gurunya hanya sebatas video. Bagaimana ia menganggap bahwa yang wajar homeschooling itu para artis karena mereka sibuk.


Dari apa yang keluar dari mulutnya, tampaknya belum begitu banyak citra baik homeschooling. Meskipun apa yang dikatakannya tak sepenuhnya salah, ya. Namun izinkan aku bersuara mengenai homeschooling dari sudut pandangku. Aku paham saat bu guru bilang bahwa ia merasa kasihan pada anak-anak homeschooling karena banyak dari mereka yang terlalu banyak di rumah daripada berinteraksi dengan orang dan tak bisa belajar dengan cara bertatap muka dengan guru secara langsung. Dalam hal ini, jujur saja aku tak menyangkal karena aku pun juga sempat merasakannya.


Jujur saja, awal masuk homeschooling, aku sama sekali tidak punya teman ataupun tujuan. Waktu luangku terlampau banyak, tapi karena dilakukan untuk hal-hal yang tak terlalu jelas, lama-lama aku merana juga. Kosong. Membosankan dan tidak enak. Saat itu, setiap bangun tidur yang kurasakan adalah hampa karena aku tau sampai waktu tidur lagi tiba nanti malam, aku hanya akan menghabiskan waktu dengan hal-hal yang tidak terlalu penting, seperti internetan sepanjang hari.


Hal ini berlangsung selama kurang lebih dua tahun sebelum akhirnya aku menciptakan tujuan. Dalam hal ini, apa yang dikatakan bu guru tadi betul. Bahwa anak homeschooling jadi terkesan 'kasihan'. Namun apa yang membuat perkataan itu terasa benar? Kurasa, jawabannya adalah, kehidupan anak-anak homeschooling baru akan terasa menyedihkan jika mereka tak memiliki tujuan yang jelas. Karena saat kita tak memiliki tujuan, biasanya kita hanya akan melakukan hal yang sebatas 'mengusir kebosanan' saja, bukan? Kita tak memikirkan hal yang sedang kita lakukan ini bakal membentuk kita jadi pribadi seperti apa esok lusa. Alhasil, kita jadi hanya melakukan hal jangka pendek, dan jika ini terus dilakukan dalam jangka waktu yang lama, bisa berdampak buruk dan hidup kita akan seterusnya begitu-begitu saja entah sampai kapan. Inilah yang banyak terjadi pada anak-anak homeschooling yang bu guru bilang 'kasihan'. Tapi bukankah hal ini berlaku bukan cuma untuk anak homeschooling saja, tapi juga seluruh umat manusia?



Kalau menanggapi si ibu guru sih, aku hanya ingin memperjelas, bahwa sebenarnya, homeschooling bisa menjadi sangat beragam. Semua tergantung pada orangtua yang berperan sebagai kepala sekolah, dan yang terpenting, tergantung apa yang ingin si anak cari. Contohnya, Andri Rizki Putra, dulunya adalah anak yang putus sekolah, namun ia tak pernah putus belajar. Kini, ia kuliah di Amerika dan telah membangun YPAB (Yayasan Pemimpin Anak Bangsa), yaitu rumah belajar gratis yang menekankan kejujuran.

Tapi di sisi lain, tak sedikit pula anak-anak homeschooling yang belum memiliki tujuan yang pasti, sehingga waktu berlimpah yang mereka punya dipakai untuk mencari kesenangan sesaat saja. Belum lagi sekarang adalah zamannya elektronik, jadi sangat mungkin untuk seorang anak mengurung diri di kamar sambil bermain game atau internetan sepanjang hari (seperti aku dulu, uhuk). Lagi-lagi, bagus atau tidaknya kualitas homeschooling tergantung pada apa yang dilakukan si anak (menurutku).

Homeschooling bisa membantu seseorang terbang jauh lebih cepat merealisasikan mimpi-mimpinya, atau membuat yang tak punya tujuan semakin terpuruk. Karena saking bebasnya, satu-satunya yang harus dilawan seorang homeschooler adalah dirinya sendiri. Dan itu yang tersulit. Namun sekalinya berhasil, ia pasti juga tak akan menyangka dengan potensi diri yang dimiliki. Pasti bakal ngerasa, "Astaga, ternyata gue bisa ngelakuin hal sehebat ini."

Berdasarkan pengalaman dan analisisku (eaa), kehidupan seseorang baru akan terasa kosong dan menyedihkan jika ia TAK PUNYA TUJUAN dan hanya melakukan aktivitas yang kurang BERMAKNA. Sebaliknya, jika seseorang PUNYA TARGET tentunya ia akan melakukan hal apa saja agar targetnya tercapai. Dan ketika berhasil, ia akan merasakan nikmatnya sebuah pencapaian dan ini akan menjadi bensin untuk mengantarkannya ke pencapaian selanjutnya. Dan hal ini, bisa dibilang, dapat membuat hidup seseorang terasa BERMAKNA.

Bagiku pribadi, homeschooling telah memberikan banyak kesempatan dan pelajaran berharga yang belum pernah kudapat di sekolah biasa.
Gara-gara homeschooling, aku jadi lebih banyak berkontemplasi dan punya waktu untuk menggali diriku sendiri. Aku jadi banyak belajar tentang makna hidup dan tentang pendidikan sebenarnya. Gara-gara homeschooling, aku bisa lebih menyaring orang-orang mana saja yang kuingin dan tak kuingin ada di sekitarku. 
Gara-gara homeschooling, aku akhirnya bisa menemukan makna dari apa saja yang kulakukan, dan bisa memilih untuk tidak melakukan hal yang kurasa tak begitu penting untukku.
Aku jadi bisa punya kendali lebih atas hidupku dan menentukan hal-hal apa saja yang patut dijadikan prioritas.
Gara-gara homeschooling, aku bisa menikmati tempat-tempat yang aku mau saat orang lain ada jadwal sekolah atau kerja, hehe. Aku bebas mengendalikan kebebasanku. Aku juga akhirnya telah menemukan cara belajarku sendiri.
Dan yang terpenting, gara-gara homeschooling, aku telah menemukan alasan-alasanku untuk tetap belajar sampai mati, meski disuruh atau tidak.
Kau boleh berbeda pendapat, tapi gara-gara homeschooling, aku menemukan kebahagiaan sejati.
Ini di luar ekspektasiku, tapi aku, yang dulu sempat merasa malu jadi anak homeschooling, kini justru menemukan makna hidup lewatnya. Sesuatu yang selama ini kucari.

Bagiku, homeschooling memberi para pelajarnya ruang bernapas untuk merayakan perbedaan dan keunikan masing-masing. Sesuatu yang tak bisa kutemukan saat duduk di sekolah formal. Sebenarnya homeschooling dan sekolah formal memiliki keuntungan dan kekurangan masing-masing. Jadi mau kamu homeschooler atau sekolah formal, seorang pelajar atau pengangguran, manusia atau bukan, pesan yang mau kusampaikan sih satu: Temukan tujuanmu hidup di dunia ini. Dah gitu aja, dadah! Semoga berhasil!

Wednesday, October 24, 2018

Bumi, Maafkan Kami

Sumber: clker.com
Ini tahun 2018.
Berbagai bencana kian terjun bebas.
Entah karena hari akhir semakin dekat,
Atau marahnya Tuhan pada yang berbuat jahat.
Yang kutau pasti, bumi semakin tua.

Bumi, maafkan kami yang tak pandai merawatmu.
Kau adalah sumber dari apa-apa yang kami butuhkan.
Kau beri kami air, makanan, dan sumber segala yang sehat.
Kau selalu menyuguhkan yang terbaik.
Lantas apa balasan kami?
Dengan merusak, mengotori, dan meracunimu.

Kami tebang seluruh kayu megahmu hingga yang tinggal di sana tak lagi punya rumah.
Kami penuhi lautmu dengan sesaknya benda-benda ciptaan kami, hingga yang di dalamnya mati sakit menelan semua itu.
Kami renggut semua yang tumbuh dari tanahmu, dan nyawa-nyawa yang bersemayam di atasnya.

Bumiku, maafkan kami, para predator terganas yang pernah ada.
Meski rasa-rasanya mustahil untuk bisa memaafkan perbuatan biadab yang kami buat.
Bumiku, jika kau marah, beri dulu kami tanda-tanda,
dan kirimkan yang tak selamat agar sampai ke surga. 

Thursday, October 18, 2018

A Magical Light

Sumber: tumblr.com

Ini!
Kukirimkan segenggam cahaya
bagi yang kerap lelah karena harus memakai topeng 'baik-baik saja'
Yang sudah menenggak air keras bermerek Hidup
Yang dianggap 'terlalu aneh' untuk bisa menyatu dengan yang lain
Yang tengah disapa bencana alam
maupun bencana perasaan
Yang lupa kapan terakhir kali merasakan damai
Yang baru saja disambut kehilangan
Yang sedang ditusuk sepi
—dan yang menikmatinya
Yang sedang berperang dengan waktu,
hidup,
atau
diri sendiri

Thursday, October 11, 2018

Mati di Rumah Sendiri

Sumber: www.nrdc.org

Kami makhluk perairan yang perlahan kalian singkirkan.
Rumah kami tak lagi ramah, sumpah!
Kini hanyalah ruangnya sampah
yang tiap detik semakin melimpah.

Warna laut kini telah larut.
Sang biru mulai berganti warna baru,
warna keruh yang melahap dengan kecepatan penuh.

Bagi kami, lautan adalah satu-satunya rumah
sekaligus tempat menjelajah
namun malah kalau jajah.
Satu-satunya tempat berlabuh,
namun yang ada, kami malah terbunuh.

Tempat kami dulu merasa bebas kini berubah ganas.
Kehidupan yang pernah teduh kalian buat gaduh.
Hei, biarlah kami hidup tenang.
Mengapa selalu kau ajak perang?

Wednesday, October 03, 2018

Bali

foto oleh: aku

Pulau dewata,
aku ingin menjadi sebijak air-airmu,
setenteram pagi-pagimu,
sebebas angin-anginmu

Aku ingin membenamkan diri ke seluruh ajaibmu
Tinggal sebentar di sana, mungkin
Lalu keluar dengan rasa ringan,
melunturkan para beban
yang memang pantas dihanyutkan

Tampaknya, susah untuk merasa bosan disuguhimu tiap hari
Langit yang ahli berdansa dengan gradasi,
gulungan ombak merdu nan apik,
pasir yang lembutnya mewakili kamu

Dosis sesederhana ini sebabkan aku lupa
apa yang kurang dari hidup
Jika memang begitu, tolong
ingatkan aku
agar selalu lupa